Jumat, 12 November 2021

Prokrastinasi: Klo bisa nanti, kenapa harus sekarang?

Ada satu scene di serial spongebob yang gw ingat, yaitu saat Mr. Krab meminta Squidward untuk melakukan sesuatu, lalu Squidward menjawab:

"Why do today what you can put off till tomorrow?"

"Kenapa harus dilakukan sekarang jika bisa dilakukan besok?"

Pertama kali gw denger kalimat itu yaitu saat SD sekitar 15-17 tahun yang lalu -nah lho, ketauan kan tuanya-, gw ketawa dan geleng-geleng kok bisa sih ada orang kayak Squidward yang disuruh bos-nya malah jawab sekenanya gitu, ditambaj dengan muka yang memancing hasrat penonton untuk menampol. Berkebalikan dengan Squidward, dulu gw adalah sosok yang amat rajin, jadi procrastination a.k.a menunda-nunda nggak ada dalam kamus hidup gw. 

"Klo bisa sekarang ya sekarang, kenapa harus besok? Apa sih susahnya dikerjain sekarang?"

-Diri gw jaman SD-

Bisa dibilang gw dulu adalah anak yang sangat bersemangat yang mungkin agak menyerempet ke ambis; yang memiliki obsesi untuk melakukan segala sesuatu dengan cepat dan terbaik. Jadinya, gw nggak relate sama sosok Squidward di scene di atas, tapi jelas relate dengan Spongebob yang selalu berusaha ngasih yang terbaik buat Mr. Krab dan Crusty Crab. 

15 tahun kemudian, entah karena kualat dengan omongan sendiri yang takabur-sombong-sesumbar, atau memang gw berada di titik udah lelah-burnout dan sejenisnya; terjatuhlah gw ke dalam lubang prokrastinasi alias menunda-nunda pekerjaan. Belum pernah sebelumnya gw merasakan nikmat sekaligus tersiksanya menjadi seorang procrastinator. Yap menikmati, karena ada suatu kenikmatan (sesaat) yang kita dapatkan dengan bersantai-santai tidak mengerjakan tugas atau tanggung jawab kita. Namun sekaligus merasa tersiksa, karena setelah kenikmatan tadi, gw akan dihantuin oleh pekerjaan yang belum gw lakukan -yang bahkan tak jarang masuk ke dalam mimpi saking kepikirannya-, apalagi kalau mengerjakannya di last minute, gw merasa seperti seorang sprinter yang mengerahkan kecepatan maksimum dengan jantung dag dig dug meminta harap semoga pekerjaan ini bisa selesai. 

Klo gw baca ulang tulisan barusan, kayaknya nikmat yang gw rasakan di awal nggak sebanding dengan perasaan tersiksa setelahnya. Yaiyalah! Gw pun berkesimpulan bahwa prokastinasi bukanlah sesuatu yang baik, juga sesuatu yang harusnya  gw hindari. Oke, memang di beberapa momen, saat mendekati deadline itulah kadang memunculkan inspirasi. Gw pun mengakui itu. Tapi garis bawahi ya, di beberapa momen. Bagaimana dengan mayoritas momen lainnya? Tentu tidak saudara-saudara -pernyataan ini berdasarkan hasil observasi pada sendiri dari sekian ratus kasus prokrastinasi yang telah dilakukan-. Dan tentunya akan sangat toxic sekali bagi pola pikir kita apabila kita selalu mengharapkan keajaiban munculnya inspirasi saat detik-detik terakhir yang kemudian menjadikan itu justifikasi untuk terus-terusan prokastinasi. Iya klo dapat inspirasi? Klo nggak? Nangis & panik. Titik.

'Aku bukan seorang prokastinator, aku hanya seseorang yang
lebihmenyukai mengerjakan semua pekerjaanku
dalam keadaan panik di saat deadline'

Meskipun gw tahu bahwa prokastinasi dampaknya kurang baik bagi gw secara personal maupun  profesional, gw masih saja lagi dan lagi terjerumus dalam procrastination. Oke, saatnya harus berubah. Dimulai dengan evaluasi diri a.k.a muhasabah: 
 - Apa yang mendasari untuk melakukan prokastinasi? 
 - Di saat seperti apa yang memicu keputusan untuk prokastinasi? 
 - Apa yang membuat 'kecanduan' untuk terus melakukan prokastinasi? 
 - Hal apa yang kemudian memicu untuk memulai mengerjakan pekerjaan?


Pemicu Prokastinasi

Dari hasil muhasabah diri tadi bisa digeneralisir bahwa terdapat 2 sebab umum kenapa kita melakukan prokrastinasi: perfeksionis dan menghindari perasaan tidak menyenangkan saat mengerjakan pekerjaan tersebut. Okeh, gw elaborasi satu-satu.

1. Perfeksionis

Perfeksionis di sini bisa berarti menginginkan pekerjaan yang kita kerjakan itu sempurna, tanpa cacat, pokoknya dabest of dabest lah. Dikarenakan adanya ekspektasi sekaligus tuntutan ke diri sendiri bahwa yang dia kerjakan harus sempurna a.k.a perfect, maka di saat dia merasa bahwa mungkin dia belum bisa mengerjakan pekerjaan tersebut dengan sempurna, maka terjadilah penundaan atau prokastinasi. Di dalam pikirannya, dia akan terus menunggu sampai dirinya siap dan mampu menghasilkan pekerjaan yang perfect, barulah mau memulai pekerjaan. Masalahnya siapnya kapan? Selain itu, tak jarang pelaku perfeksionis ini terlalu menuntut dirinya dengan tuntutan yang memberatkan atau bahkan cenderung tidak realistis, yang tentunya berakibat pada kesempurnaan yang semakin sulit dicapai. Akhirnya? Ya begitulah. Nah ada satu komen menarik dari seseorang di youtube yang berbagi pengalamannya tentang perfeksionis dan hubungannya dengan prokrastinasi.

Hubungan Perfeksionis dan Prokrastinasi
Ada yang relate?

Bisa juga orang tersebut menginginkan pekerjaan yang sempurna karena takut akan penilaian buruk orang lain. Istilahnya, uda overthinking duluan gitu. Di pikirannya kalau yang dia lakukan tidak sempurna (sempurna ini menurut standar dia ya), maka orang lain akan mencemooh, menghakimi, dan lain-lain yang negative. Realitasnya, tidak banyak orang yang peduli-peduli amat dengan yang kita lakukan, sepanjang pekerjaan kita 'normal' alias nggak jelek-jelek banget, ya nggak bakal dikasih negative feedback juga. Klo overthinking akan penilaian buruk ini terus dibiarkan, lalu di sisi lain si orang ini terus-terusan takut klo pekerjaannya nanti kurang sempurna, ya bisa-bisa ditunda terus itu.

Ketika kebanyakan mikir tentang strategi dan gimana cara
mengerjakan pekerjaan di otaknya, sampai-sampai pekerjaan yang 
sebenernya malah nggak dilakuin di dunia riil


Selanjutnya perfeksionis di sini juga bisa berarti membutuhkan situasi, kondisi, mood yang ideal + sempurna untuk memulai pekerjaan. Lagi-lagi, yang membuat standar situasi, kondisi, mood yang ideal tadi ya dirinya sendiri. Sebagai contoh: Fajar sudah berniat mengerjakan PR keesokan paginya. Tibalah hari esok, hujan deras mengguyur sejak pagi tadi. Fajar yang awalnya mau mengerjakan PR jadi kehilangan mood dengan suasana cuaca yang hujan tadi, Fajar membuat standar bahwa saat mengerjakan PR harus dalam keadaan suasana langit cerah. Fajar pun menunda mengerjakan PRnya sampai menunggu langit sudah cerah kembali. Contoh lainnya seperti menunda pekerjaan hanya merasa agak lelah karena tadi pagi habis jogging, menunda pekerjaan karena tetangga sedang renovasi rumah jadinya bising, dsb. Intinya mereka memasang prasyarat standar situasi-kondisi yang sempurna untuk memulai suatu pekerjaan. Masalahnya, kan nggak setiap sesaat itu memiliki sikon yang ideal. Ditambah: Heiii! Deadline tidak peduli dengan situasi-kondisimu, heii!!!

Yasss ✊


2. Menghindari perasaan tidak menyenangkan

Ini juga adalah perasaan yang pernah gw rasakan. Merasa yang dikerjakan itu sebagai beban, yang kemudian memunculkan rasa tidak enak saat mengerjakannya, kemudian menunda-nunda sebagai bentuk escapism a.k.a kabur. Tapi semakin ditunda semakin tidak enak juga perasaannya, karena terbayang-bayang beban perkerjaan yang belum dikerjakan, tapi nggak mau mengerjakan karena merasa nggak nyaman, tapi kemudian merasa terbebani masih ada pekerjaan yang belum dikerjakan, tapi nggak mau mulai mengerjakan karena nggak nyaman... Muter muter terooosss. Jadinya lingkaran setan yang susah buat kita keluar kecuali kita mulai, ya mulai ngerjain! 

Duh, ruwet!

Ironisnya, perasaan tidak nyaman itu bukanya hilang dengan prokastinasi yang dilakukan, yang ada malah semakin bertumpuk dan bertumbuh. Yang awalnya 'nggak nyaman' jadi 'nyaman kuadrat' terus jadi 'nyaman kubik' *lah kok malah jadi volume.


Trus gimana dong? Bagaimana cara keluar dari lingkaran prokrastinasi?

Trus gimana dong? Oke disini gw mau memaparkan hal-hal apa yang gw lakukan untuk menanggulangi  kebiasaan prokastinasi gw ini. Oh ya, disclaimer dulu, gw bukan motivator, psikolog, psikiater, trainer, suster, barber, carpenter, komputer, printer, atmosfer.. -plis 😑, intinya adalah gw bukan seorang yang secara keilmuwan formalnya layak untuk memberikan tips-tips semacam ini, tips yang mau gw berikan adalah berdasarkan pengalaman pribadi, jadi jelas sifatnya subjektif, tidak bisa one size fits all. Lalu apa aja?

1. Mengakui dan menerima bahwa diri ini tidak sempurna, dan memang tidak akan pernah sempurna

Sekarang-sekarang ini lagi banyak kita temui istilah 'berdamai dengan diri sendiri', nah istilah tersebut juga berlaku untuk kasus kita ini. Kita berusaha berdamai dan menerima bahwa diri ini tidak sempurna dan memang tidak akan pernah sempurna. Oh ya, hal ini bukan sesuatu yang mudah lho bagi seorang perfeksionis, ya namanya juga orang yang ingin semuanya 'perfect' tentunya sulit untuk mengakui bahwa bahkan dirinya sendiri itu tidak 'perfect'. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk kemudian timbul keaadaran serta mengakui bahwa dirinya dan apa yang dia lakukan memang tak akan pernah sempurna. 

Mencoba menjauhkan diri dari sifat perfeksionis benar-benar membantu gw untuk hidup dengan perasaan yang lebih nyaman dan tenang. Dan entah gimana, menurut pengalaman gw juga dengan menjauhkan diri dari sifat perfeksionis, membantu kita untuk membiasakan tidak mencari pengakuan dan pujian orang lain. Fokus dengan apa yang kita lakukan tanpa menggantungkan kebahagiaan atau kepuasan kita dari pujian dan pengakuan orang lain. Ya intinya hidup jadi lebih tenang lah, nggak 'kemrungsung'. 

2. Berani menerima kesalahan & kegagalan

Sebagaimana menerima ketidaksempurnaan, menerima dan mengakui kesalahan & kegagalan juga tidak kalah susah. Rasanya gengsi gimanaaa gitu #plakk. Biasanya tidak mengakui kesalahan dan kegagalan, akan sepaket dengan: takut melakukan kesalahan, takut dikritik, takut tersakiti akibat pengakiman dari orang lain, dsb. Singkatnya adalah kita berani evaluasi diri bahwa kita memang melakukan kesalahan dan itu adalah hal yang wajar. Fokus kita bukan pada kesalahan, melainkan pada apa yang harus kita lakukan untuk memperbaiki kesalahan tersebut alias move on. Bagaimana kalau dihakimi, dicemooh? Well well well, itu cuman ada di pikiran kita aja kok, belum tentu ada yang mencemooh kita, klopun ada, ya itu hal yang wajar, siapa sih di dunia ini yang tidak pernah dicemooh, dihina? Nabi aja dihina. Bahkan Tuhan aja yang udah ngasih kita apapun yang Maha Pemurah, Maha Bijaksana, Maha mengetahui; masih aja tetep ada yang mencemooh; apalagi kita yang jelas-jelas pasti punya kesalahan.

3. Mulai Aja Dulu

Ini bukan hastagnya tokopedia ya, tapi ya emang "mulai aja dulu". Bayangan tentang perasaan yang tidak menyenangkan ketika mengerjakan pekerjaan itu ada di otak kita aja. Paksakan diri untuk "mulai aja dulu", dan ternyata rasanya nggak setidak-menyenangkan yang kita bayangkan bukan?

4. Berdoa

Hmmm kok bisa tiba-tiba berdoa? Yas berdoa, bagi gw yang beragama islam, sangat penting untuk meminta pertolongan serta melibatkan Allah ketika akan melakukan segala sesuatu. Poin 1-3 susah untuk dilakukan kalau hanya bergantung pada kemampuan diri sendiri, sedangkan klo kita berdoa kita minta pertolongan agar dikeluarkan dari 'jurang prokrastinasi' ini, inshaAllah akan dimudahkan. Apa sih yang susah buat Allah. Meskipun gw taruh ini di nomor 4, nemun sesungguhnya doa adalah langkah pertama. Berdoa minta petunjuk apa yang harus dilakukan, berdoa agar dijauhkan dari sifat prokrastinasi ini, dan berdoa agar diberkahi waktu dan umur kita supaya bisa dilakukan untuk hal-hal yang bermanfaat.


Cuap-Cuap Terakhir

Nah kayaknya itu aja yang mau gw sampein, itupun udah panjang kali lebar yak hahaha. Semoga teman-teman yang masih terjerumus dalam lingkaran prokrastinasi, bisa segera menemukan jalan keluar. Dan semoga bagi yang sudah menemukan jalan keluar, tidak kembali terjerumus ke dalam 'lembah hitam'.

Ciao!!