Selasa, 17 September 2019

Kata Siapa Menikah itu Bahagia?

Assalamu'alaikum Warrahmatullah Wabarakatuh


Menikah
Oke post kali ini cenderung agak berbeda dengan tema post yang biasa gw tulis di blog. Disini gw akan mengungkapkan segala cuap-cuap gw tentang pernikahan. Lah emang gw udah nikah? Hehe belum si, tapi nggak papa dong gw mengungkapkan pandangan gw tentang pernikahan. Topik pernikahan yang akan gw angkat disini adalah "Kata siapa menikah itu bahagia?"


Awal Mula

Awal mula kenapa gw terpancing untuk membuat tulisan tentang ini adalah saat salah satu teman gw mengeshare thread dari twitter tentang realita kehidupan pernikahan yang tidak sesuai ekspektasi orang-orang kebanyakan. Berikut adalah thread-nya (nama pen-tweet gw samarkan, karena disini gw bukan mau bahas orangnya tapi mau bahas tentang isi tweet-nya)

Karena Pernikahan tidaklah seindah dongeng






Tweets
Thread dari twitter tersebut seakan-akan menjadi antitesis dari banyaknya kampanye nikah muda dan ajakan-ajakan menikah di berbagai sosial media. Jika kita melihat kampanye-kampanye "menikah" di sosial media maka akan kita dapati bahwa di kebanyakan kampanye tersebut mengisahkan tentang gambaran kehidupan pernikahan yang indah dan bahagia, maka thread dari twitter itu memberikan gambaran yang sebaliknya. Yes, "menikah tidak sebahagia yang kalian bayangkan, tidak seindah yang kalian impikan", begitulah yang tersirat dari thread tersebut. Thread tersebut pun diamini oleh banyak orang. Berikut gw kasih beberapa kutipan opini mereka.

"Jd inget kmrn nikah umur 25 & suami umur 28, pacaran 4 th trs nikah. Dlu nikah mikirnya bakalan happy trs, ternyata tak seindah feed ig selebgram atau dongeng & tak semanis ftv. Hbs nikah keluar semua sifat aslinya. Pacaran lama pun bukan jaminan bakal tau sisi asli pasangan. :))"

 "Mbak ap yg mbak ceritakan sama persis yg diceritain sama temen aku yg ud nikah, dy blg jgn kamu fikir abis nikah tuh bakal seneng2, engga semudah itu, makanya aku skrg lbh nikmatin hidup dlm ksndirian hehehe"

Meskipun begitu ada juga yang menyampaikan pendapat dengan pandangan yang sedikit berbeda.

"Menikah cepat atau lambat atau bahkan tidak menikah semuanya menghasilkan penyesalan. Tapi tetaplah menikah. Menikah cepat NYESAL, seharusnya masih bisa happy2 atau harusnya belajar banyak lagi tentang pernikahan. Menikah lambat NYESAL, seharusnya dari dulu nikah biar bisa banyak waktu bersama anak dan melihat anak sukses. Tergantung dari sudut pandang tentang pernikahan. Jadi tetaplah menikah dengan cara masing2"

Terus gimana pendapat gw sendiri? Ada beberapa poin yang memang gw setuju dari thread-nya tapi da juga hal-hal yang gw kurang setuju terutama tentang ekspektasi kebahagiaan dalam pernikahan.
Nah balik lagi ke pertanyaan awal, "Apakah menikah itu bahagia?"



 Kata Siapa Menikah itu Bahagia?

Sebelum gw cuap-cuap lebih jauh, gw ingin bertanya beberapa hal:

Adakah yang bilang "LITERALLY" kalau menikah itu akan bahagia selama-lamanya?
Adakah yang bilang "LITERALLY" bahwa hanya berbekal rasa saling mencintai dengan pasangan lantas pernikahan itu sudah cukup? 
Adakah yang bilang "LITERALLY" kalau selama menikah kita tidak akan terkejut dengan fakta-fakta baru entah itu baik atau buruk mengenai pasangan kita?
ENGGAK ADA.
Enggak ada yang bilang persis seperti itu.
Yang ada orang bilang kalau nikah itu membahagiakan (bukan bahagia selama-lamanya atau sepanjang hayat); tidak hanya cinta saja, nikah juga butuh kompromi satu sama lain; dan terlepas mau pacaran/kenal dengan pasangan 1 bulan atau bahkan 10 tahun pun, DIJAMIN kita tetap akan terkejut dengan fakta-fakta baru tentang pasangan kita.
Jadi kalau masih ada orang yang menganggap bahwa menikah itu pasti bahagia sepanjang hayat, berarti dia berkekspektasi terlalu tinggi. Hmm memangnya realitanya gimana?


Sebaliknya: Ujian Hidup (Mayoritas) Datangnya Saat Kita Menikah

Yap benar, dengan menikah makan akan datanglah satu demi satu ujian hidup yang sebenarnya. Hmm kok bisa? Coba deh perhatikan orang sekitar, pasti kebanyakan orang mendapat cobaan hidup terbesar saat sudah berkeluarga kan? Jarang banget anak sekolah atau yang masih single dapat cobaan hidup yang besar-besar, rata-rata cobaannya masih di sekitar pr dan kuis yang tak kunjung henti dari guru/dosen di sekolah, menghadapi teman sekolah/kuliah yang memusuhi kita, punya saudara kandung yang nakal dan suka iseng dengan kita, punya  teman kerja yang saling menjatuhkan, dan sebagainya. Sedangkan saat sudah berkeluarga, mulai muncul cobaan-cobaan yang mungkin tidak pernah dibayangkan sebelumnya seperti bangkrut, hutang milyaran rupiah, dikucilkan tetangga, difitnah orang, punya mertua yang nyebelin, nggak punya uang buat makan sampai titik penghabisan, punya anak-anak nakal konsumsi narkoba, atau malah dianugrahi anak-anak yang disabilitas. Meskipun cobaan-cobaan tersebut juga bisa jadi terjadi saat kita single, namun mayoritas apabila kita perhatikan lingkungan sekitar, banyak cobaan hidup yang muncul saat pernikahan.

Nikah itu pada dasarnya bukanlah suatu akhir, melainkan awal mula cerita. Mungkin hidup sebagai single cuman 20-30 tahun masanya, tapi dalam kondisi menikah bisa 40-70 tahun masanya (Ini mayoritas ya, tidak terhitung kasus seperti orang-orang yang meninggal muda atau cerai di usia pernikahan yan baru sebentar). Jadi bisa dikatakan setengah perjalanan hidup itu ada di kondisi menikah. Ya jelas pastilah klo semua cerita kehidupan termasuk cobaan-cobaannya, baru dimulai saat menikah.

Pakai logika saja, mungkinkah selama 40-70 tahun itu bahagia terus? Tentu tidak. Bu Ani Yudhoyono saja yang mantan ibu negara dahulu pernah merasakan susahnya hidup dengan jualan es demi menyambung hidup. Ibu Ainun Habibie yang merupakan dokter lulusan FKUI, harus menahan egonya untuk ikut Pak Habibie ke Jerman dan menjadi ibu rumah tangga sementara waktu. Atau wanita secantik Dian Sastro yang kelihatannya memiliki hidup yang sempurna, ternyata dianugrahi anak yg autis.

Hayooo? Lihat kan? Semua pasti diuji dengan cobaan kok terlepas kamu orang biasa, artis maupun ibu negara. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ankabut ayat 2-3


Tapi perlu diingat juga bahwa Allah tidak pernah memberikan ujian melebihi kemampuan hambanya.


Namun meskipun ada cobaan, bukan berarti 40-70 tahun itu cobaan semua lho. Nggak sama sekali. Justru bisa dikatakan 40-70 tahun itu bahagia dan membahagiakan. Banyak lho nikmat yang bisa kita syukuri kalau misal kita perhatikan satu-satu. Bisa mencurahkan keluh kesah dengan pasangan, bisa bercengkrama dengan anak-anak, bisa menambah link karena bertambahnya keluarga, memiliki kesempatan untuk mengajarkan doa-doa ke anak-anak sehingga menjadi amal jariyah, memiliki seseorang yang bisa diandalkan setiap saat, memiliki keluarga baru yang kita bisa saling berbagi kasih sayang dengan mereka, dan masih banyak lagi.


Yap, pada hakikatnya ujian & cobaan itu adalah cara Allah menyayangi kita karena dengan begitu dosa-dosa kita diampuni (sehingga tidak perlu disiksa kubur atau disiksa neraka) dan derajat kita akan ditinggikan di surga nanti (misal awalnya dapat fasilitas surga bintang 3, terus naik jadi bintang 5).




Sebaliknya: Menikah adalah Proses Pengenalan Tanpa Henti

Merasa tertipu dengan pasangan? Karena pas pacaran baik-baik saja, eehh ternyata pas nikah baru ketauan sifat buruknya. Merasa kecewa? Nah bisa jadi nggak cuman pihak kita doang lho yang kecewa, jangan-jangan pasangan kita juga kecewa sama kita. Dia nggak ngira wanita yang awalnya manis dan lembut saat pacaran, tiba-tiba saat jadi istri kerjaannya mengomeeel mulu, suka cepirit lah, bau ketek lah, jarang mandi, plus suka mengeluh mulu, bahkan ngeluh urusan rumah tangga di sosmed. Hayooo coba introspeksi. Jangan merasa menjadi satu-satunya pihak atau korban yang merasa kecewa dengan pasangan hingga kemudian menyalahkan pernikahan, bisa jadi pasangan kita juga kecewa lho dengan kita karena tak sesuai ekpektasi awal.

Menikah pada dasarnya adalah proses perkenalan tanpa henti. Tanya saja sama pasangan yang katakanlah sudah menikah 20 tahun, pasti tetap ada hal-hal dari pasangannya yang baru saja dia ketahui. Lho kok bisa, kenapa? Ya karena menikah adalah suatu proses saling kenal mengenal sepanjanh hayat. Kita akan selalu menemukan fakta baru dari pasangan kita entah itu baik atau buruk selama kita menikah dengan dia. Justru ini buat membuktikan bahwa pacaran lama-lama itu nggak akan menjamin. NGGAK AKAN MENJAMIN kalau kalian pasti sudah mengenal pasangan luar dalam. Ho ho ho, tidak semudah itu Ferguso!

Manusia selalu punya kelebihan & kekurangan, tidak ada manusia yang perfect; begitupun pasangan kita pastilah dia tidak sempurna. Janganlah terus kita mengingat-ingat kekurangan pasangan kita, hingga membuat kita mengeluh "kok suamiku kalau abis mandi handuk basahnya ditaruh di kasur sih?", "kok istriku kalau tidur posisinya muter-muter sih? Kan ganggu!". Katakanlah pasangan kita hanya memiliki 10 kekurangan. Tungu-tunggu, loh kok 10 kekurangan bilangnya "hanya", itu banyak lho. Nah gini nih sifat manusia, fokusnya ke kekurangan saja, yuk coba kita hitung dulu berapa banyak kelebihan dan kebaikan pasangan kita? Hmm berapa? 100? 1000? Tak terhingga? Tuh kan, 10 kekurangan jika dibandingkan dengan banyaknya kebaikan mah sedikiiiiiiit banget. Disini poinnya, manusia terlalu fokus dengan kesalahan pasangannya padahal tidak sadar bahwa jauuuuh lebih banyak kebaikan yang telah dilakukan pasangannya terhadapnya. Hal inipun sudah diprediksikan oleh Allah melalui ucapan yang disampaikan oleh Rasul-Nya, bahkan salah satu alasan penghuni neraka adalah wanita karena wanita cenderung melupakan kebaikan suaminya.




Kenapa Tetap Menikah?

Trus kenapa orang tetap menikah meski tahu akan ada kesusahan-kesusahan yang dialami?

Ya karena itu fitrah manusia. Berpasangan, menikah, saling mengasihi, berkembang biak adalah fitrah manusia. Bahkan kalau kalian pernah membaca atau menonton video mengenai perilaku kita, ketertarikan kita terhadap fitur-fitur tertentu dari fisik yang berbeda jenis kelamin dari kita; semuanya merupakan mekanisme tubuh dan alam bawah sadar kita mengarah ke "berkembang-biak"; dan berkembang-biak atau memiliki keturunan ini dalam islam diatur dengan diawali oleh pernikahan.

Selain itu, menikah adalah ladang ibadah paaaaaling besar selama di dunia. Tujuannya kita hidup buat ke surga kan? Gimana biar ke surga? Kudu ngumpulin pahala. Nah pahala paling banyak itu didapat dari pernikahan. Untuk laki-laki disebutkan bahwa sedekah yang paling banyak pahalanya adalah sedekah berupa nafkah yang ia berikan ke keluarganya.


Sedangkan bagi perempuan, tersebutlah salah satu hadits yang mahsyur bahwa selama seorang menunaikan sholat 5 waktu, puasa ramadhan, menjaga kemaluannya, & patuh pada suaminya maka dia bisa masuk surga dari pintu mana saja. Nah tuh itu baru sedikit saja contoh keistimewaan ibadah dan pahala yang kita dapat saat menikah. Lainnya? Masih banyak lagi! Gimana cara mendapatkannya? Menikah dulu 😬


  

Antara Ekspektasi dan Realita: Cara Pandang terhadap Pernikahan

Nah sekarang tujuan menikah itu apa? Apakah hanya sekedar coba-coba karena mendengar cerita teman bahwa menikah itu bahagia?

Bah, klo cara pandangnya seperti itu, bisa jadi kita akan menjadi pihak yang menuntut untuk bahagia dan dibahagiakan dalam pernikahan. Kenapa? Karena setau kita (berdasar omongan/cerita orang-orang tadi) dan ekspektasi kita bahwa pernikahan itu akan FULL bahagia. 
Lalu bagaimana apabila di suatu saat nanti ditemukan bahwa pernikahan pun ternyata sama saja sebagaimana kehidupan pada umumnya, yaitu ada rasa capek, lelah, sedih, kesal, marah? Jelas, kita akan merasa KECEWA. 
Nah kalau sudah sampai sini, kira-kira salah siapa yang bikin kita kecewa? Apakah suami kita? Apakah pernikahan kita? Apakah orang tua kita? TIDAK, yang salah adalah kita sendiri, kita berekspektasi bahwa kita akan bahagia selama-lamanya di pernikahan, sehingga secara alam bawah sadar akan menuntut itu selama menjalani pernikahan. Ini sama hal-nya dengan kasus yang ada di thread tadi: kenapa si Mbaknya kecewa? Ya karena dia berkespektasi akan bahagia sehingga dia menuntut hadirnya kebahagiaan selama pernikahan. Kemudian ketika ditemukan bahwa tidak selamanya pernikahan itu bahagia, baru deh dia kecewa. Kecewa akan ekspektasi yang dia bikin-bikin sendiri.

Trus gimana biar g kecewa? Niatkan segalanya untuk ibadah. Jadi segala yang kamu lakukan dalam pernikahan, urusannya adalah sama Allah. Allah. Allah. Allah.

Menikah itu Ibadah

Ketika kita menganggap bahwa pernikahan itu adalah suatu ibadah, maka kita akan berlomba-lomba melakukan yang terbaik. Demi apa? Demi mendapat pahala & ridho Allah.

Pasti kita akan berusaha membuat pernikahan kita bahagia, membuat suami kita bahagia & bersyukur telah memilih kita sbg pendamping hidupnya, serta membuat anak-anak kita bahagia karena telah menjadi ibu yang luar biasa untuk mereka. 
Gimana caranya? Ya melakukan segala kewajiban yang disyariatkan islam untuk seorang istri/suami. Syukur-syukur melakukan hal lain di luar kewajiban seperti memasak untuk keluarga, membantu membersihkan rumah, dll. Semuanya ditujukan untuk Allah. 
Lalu bagaimana saat kita sudah melakukan kewajiban kita sebagai istri/suami tapi kok malah pasangan kita melakukan hal-hal yang tidak mengenakkan hati kita atau malah dia tidak melakukan kewajibannya? Jawabannya adalah sabar, berusaha, dan berdoa. Kita berusaha bagaimana menegur pasangan tanpa menyakiti hatinya apabila dia tidak melakukan kewajibannya sebagai suami/istri. Gw masih inget banget ceramah dari Ustadz Khalid bahwa dalam pernikahan hak dan kewajiban yang wajib kita tuntut dari pasangan suami/istri adalah yang benar-benar dasar saja. Misal seorang suami berkewajiban memberikan nafkah, memberikan perlindungan, memberikan pendidikan agama bagi keluarganya. Selebihnya, kita tidak perlu terlalu rewel menuntut hal-hal bersifat teknis dari pasangan suami/istri kita. Contohnya masakan istri kadang-kadang suka kurang enak atau suami saat tidur suka menggigau. Hal-hal semacam itu tidak perlu dibesar-besarkan agar tidak menimbulkan pertengkaran atau dramayang tidak penting dalam keluarga. Lagian menikah itu tujuannya kan sakinah alias ketentraman hati; jadi ya sebisa mungkin menciptakan ketentraman dalam rumah tangga.
Yahhh, tapi percuma dong kalau misal kita sudah sebaik mungkin melakukan kewajiban kita sebagai suami/istri, tapi malah pasangan kita enggak? Ke-enak-an di dia-nya dong bisa dapat full service dari saya, sedangkan saya boro-boro istilahnya cuman dapat service yang nggak full! Rugi dong saya? Ingat, dari awal sudah kita niatkan menikah adalah ibadah ke Allah. Hubungannya langsung ke Allah. Jadi segala kewajiban dan segala hal yang kita lakukan di rumah tangga diniatkan untuk beribadah ke Allah, maka urusannya langsung ke Allah, bukan ke pasangan kita. Allah yang menilai langsung apa yang kita perbuat. Dan ingatlah bahwa transaksi apapun yang kita lakukan dengan Allah, maka itu TIDAK AKAN PERNAH RUGI, justru akan untung. 
Misal kita melakukan kebaikan A terhadap pasangan atau anak-anak kita, oleh Allah dibalas berkali-kali lipat. Jadi makin semangatlah kita dalam menjalankan kehidupan pernikahan itu karena memiliki iming-iming ganjaran pahala yang berlipat-lipat. Terlepas apakah suami atau anak-anak kita akan membalas kebaikan kita atau tidak, Allah akan senantiasa membalas kebaikan kita, sekecil apapun perbuatan itu dengan balasan yang berlipat-lipat. Tuh, jadi nggak perlu khawatir ya bakal rugi? DIJAMIN bakal untung kok!

Kesimpulan: Cara Pandang Pernikahan

Nah skrg coba lihat apa bedanya cara pandang bahwa pernikahan itu ibadah dengan cara pandang di thread twitter tadi?
Klo di twitter menekankan pada ekspektasi akan bahagia saat menikah, sedangkan klo cara pandang bahwa menikah itu ibadah menekankan bagaimana membuat pernikahan ini bahagia?
See? Ada perbedaan mendasar bukan? Yang satu lebih ke menuntut, yang satunya berusaha.

Kalau yang menuntut dan pada akhirnya tidak mendapat apa yang dituntut, maka kita akan kecewa.
Tapi kalau yang berusaha & berkorban, ketika kita belum mendapat apa yang kita usahakan, maka kita akan berusaha lebih keras lagi, karena belum meraih goal itu.



Cuap Cuap Terakhir

Yak demikian cuap-cuap panjang gw tentang pernikahan. Gw manusia sehingga gw mengakui kalau gw pasti melakukan kesalahan, jadi gw minta maaf kalau misal ada kesalahan yang gw buat dalam penulisan post ini, gw juga akan dengan senang hati apabila ada teman-teman yang memberikan saran atau kritik terhadap tulisan gw.

Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menyerang pihak tertentu. Tulisan ini murni ungkapan unek-unek gw tentang hal bernama: pernikahan. Gw berharap tulisan ini bisa menjadi refleksi diri gw di masa depan nanti. Semoga siapapun yang membaca tulisan ini diberikan kehidupan pernikahan yang penuh keberkahan. Aaaamiiiin.





Tulisan ini adalah tulisan pertama setelah resmi
menjadi mahasiswa S2, lebih tepatnya minggu ke-3 kuliah