Jumat, 13 Juli 2018

Perjalanan Selembar Kertas

Hai, meskipun kalian tidak asing lagi denganku, izinkan aku untuk tetap memperkenalkan diri: aku adalah Kertas


Aku Kertas dan inilah ceritaku


  • Kalian yang seorang pelajar atau mahasiswa pasti sering berkutat denganku entah lewat buku pelajaran, printout materi dari dosen, pengumpulan laporan praktikum, atau bahkan sekedar pembungkus gorengan saat kalian membeli jajan di kantin.
  • Kalian yang seorang seniman pun sering juga berkutat denganku; entah lewat coretan tinta dan cat di kertas canvas, melipat-lipatku menjadi burung bangau yang menggantung di tepian jendela, menggulung-gulung dan menggunting sana-sini kertas crepe untuk membuat sebuket mawar, atau bahkan sekedar menempel-nempelku hingga voila terciptalah suatu karya seni beraliran abstrak.
  • Kalian yang sedang sakit flu mungkin membutuhkan-ku untuk sekedar menampung ingus kalian dalam kertas tisu; atau kalian bisa jadi seorang wanita cantik yang mungkin membutuhkan-ku untuk sekedar menghapus coretan lipstick yang sedikit keluar dari garis bibir kalian.

Terlalu banyak kalau ku sebutkan satu persatu kalian yang memandang, bersentuhan, dan mendayagunakan aku untuk segala macam keperluan kalian. Aku hadir dalam banyak rupa; tebal-tipis, gelap-terang, kasar-halus, berat-ringan, kaku-lentur, besar-kecil; namun bukan ini yang akan kuceritakan pada kalian; yang ingin kuceritakan adalah perjalananku, perjalanan bagaimana menjadi aku: Kertas.

Hutan

Cerita ini bermula dari pedalaman hutan yang jauh dimana pohon dengan batang-batang yang besar dan kokoh saling berlomba menggapai langit. Ya, aku terlahir di hutan. Bentukku masih jauh dari kertas, aku masih menyatu dengan calon-calon kertas yang lain dalam suatu batang pohon yang kokoh. 

Cerita dari Hutan
Menuju Hutan
Di negeriku Indonesia, kayu akasia menjadi pilihan utama dalam membuat diriku. Alternatif lainnya bisa berupa kayu pinus, gerunggang, binuang, dan jelutung. Setiap jenis kayu akan menghasilkan tipe dan aplikasi kertas yang berbeda. Di luar itu masih banyak jenis-jenis kayu lain yang belum dieksplor untuk membuat diriku. Keanekaragaman tanaman di Hutan Indonesia-lah serta kondisi iklim dan tanah tropis yang mendukung-yang kemudian memberikan banyak alternatif tanaman untuk kemudian mengubahnya menjadi diriku: kertas. 

Akasia Cerita dari Hutan
Akasia

Serbuan gergaji mesin yang menderu-deru dengan pelan tapi pasti memisahkan batang-batang pohon tersebut dari akarnya, membuat mereka terserakan tak berdaya. Batang-batang pohon yang roboh tak berdaya itu dinaikkan satu demi satu ke truk pengangkut untuk selanjutnya dibawa ke pabrik pengolahan kertas.Terlihat miris bukan? Tunggu dulu sebaiknya jangan kau potong ceritaku, biarkan aku melanjutkan ceritaku

Kayu itu Berubah Menjadi Serpihan Kecil lalu Dimasak menjadi Sup.

Proses ini dinamakan dengan wood chipping dimana gelondongan batang kayu yang tadi diperoleh kemudian dipotong-potong oleh alat bernama wood chipper sehingga berubah menjadi serpihan kecil. Apakah aku sudah terlihat seperti kertas di tahap ini? Belum, sebentar lagi.

Wood Chips Cerita dari Hutan
Serpihan Kayu
Tahap selanjutnya adalah serpihan kayu dimasak dengan air sehingga terbentuklah sup yang sangat kental yang disebut dengan Pulp. Pulp kemudian diberikan tambahan bahan-bahan kimia. Kenapa ini dilakukan? Ya, penambahan bahan kimia akan membuat sup kertas kehilangan getah pohon yang dapat mengganggu dan menurunkan kualitas kertas nantinya serta penambahan bahan kimia dapat menguatkan kertas saat terbentuk nanti. Penambahan bahan kimia lain adalah bleacher alias pemutih. Terlepas bagaimana nanti aku apakah berwana hitam-ungu-biru-kuning-pink-apapun itu; aku tetap harus di bleaching sehingga kemudian orang akan lebih mudah mewarnaiku dengan warna-warna lainnya.

Cerita dari Hutan
Wood Pulp

Aku Dipipihkan Menjadi Lembaran-Lembaran Panjang

Sup pulp yang sudah terbentuk dihilangkan airnya sehingga berbentuk pasta kental penuh dengan serat-serat kayu. Kemudian pasta yang kental dilewatkan mesin penge-pres-an membuatnya menjadi lembaran-lembaran kertas yang panjang. Lembaran panjang itupun digulung dalam roll-roll raksasa yang memenuhi ruang gudang pabrik.

Lembaran Kertas
Gulungan Kertas yang Berjejer
Kini aku telah sempurna menjadi kertas. Aku bisa saja berhenti disini cukup dengan menjadi kertas putih atau bisa saja menjalani tahapan-tahapan lainnya untuk menjadi jenis kertas lainnya yang lebih berwarna, lebih bertekstur, lebih tebal atau tipis, lebih kaku atau luntur; tergantung dengan kebutuhan. Demikian cerita perjalananku dari hutan hingga menjadi aku: kertas.

Selanjutnya,biarkan aku untuk menceritakan sebuah dilema untuk menjadi selembar kertas.

Kertas dan Sebuah Dilema

Tahukah kamu? Negeriku Indonesia masuk dalam jajaran 9 besar dunia dalam ekspor kertas dan 6 besar dunia dalam ekspor pulp (FAO, 2013).  Di Asia, Indonesia menempati peringkat 3 eksportir kertas terbesar setelah China dan Jepang. Bagaimana dengan di tingkat ASEAN? Indonesia menempati podium teratas sebagai eksportir kertas di wilayah ini yang berarti kebutuhan kertas dari negara-negara ASEAN bergantung pada Indonesia (Economy.okezone.com, 2016). Sungguh suatu prestasi bukan? Bagaimanapun juga, hal ini berdampak positif ke perekonomian Indonesia dan menambah devisa negara.

Di sisi lain, terdapat dampak positif tambahan dari industri pulp dan kertas yaitu serapan tenaga kerja. Menurut data dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Maysarakat (LPEM), Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (2016), industri pulp dan kertas menyerap sekitar 1,5 juta tenaga kerja. Apabila kita asumsikan setiap 1 orang bisa jadi menjadi tumpuan bagi 4-5 orang anggota keluarganya; maka total kurang lebih 7 juta orang bergantung pada industri ini. Lihat, betapa banyak orang yang bergantung hidupnya pada industri pulp dan kertas! Maka kunci dari menjaga keberlansungan hidup ke-7 juta orang ini adalah dengan menjaga keberlangsungan atau sustainabilitas industri pulp dan kertas.

Satu isu yang akan membersamai suksesnya industri kertas di Indonesia adalah isu lingkungan yaitu deforestasi hutan. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk membuat kertas sebagaimana telah dipaparkan pada perjalanan di atas; harus menebang pohon dan menjarah hutan. Dampak tidak hanya terlihat pada hutan yang gundul akibat penebangan hutan melainkan juga merusak ekosistem hutan. Luas daratan Indonesia hanya 1,3 % dari luas daratan di bumi, namun pada 1,3% ini didalamnya terdapat kenaekaragaman hayati yang sangat luar biasa meliputi 11% tumbuhan dunia, 10% spesies mamalia, dan 16% spesies burung; dimana sebagian besar spesies ini berada di hutan Indonesia. Bisa kalian bayangkan bagaimana dampak deforestasi hutan terhadap keanekaragaman hayati ini?

Deforestasi Hutan
Indonesia sendiri memiliki kisaran laju deforestasi hutan sekitar 1,5 juta hektar/tahun. Deforestasi hutan ini tidak hanya berasal dari kebutuhan pulp dan kertas saja melainkan juga industri lain seperti sawit dan meubel. Isu deforestasi hutan perlu menjadi perhatian bagi pihak-pihak pelaku industri yang berhubungan termasuk industri pulp dan kertas. Bahkan, Indonesia pernah meraih penghargaan rekor dunia Guinnes Book of World Records sebagai negara tropis dengan laju deforestasi hutan tertinggi sebesar 1,8 juta hektar/tahun pada tahun 2000. Sungguh miris bukan?

Apa yang harus kita lakukan? Menutup saja industri pulp dan kertas ini? Hei, Bung, ingatlah ada 7 juta orang di Indonesia yang hidupnya bergantung dengan industri ini. Jika ingin menutupnya, maka pikirkan juga solusi untuk nasib dan keberlangsungna hidup ke-7 juta orang ini. Belum lagi bagaimana nasib negara-negara lain yang merupakan importir kertas kita. Bagaimanapun juga kertas adalah barang yang sangat dibutuhkan meskipun pada jenis kertas untuk tulis-menulis mengalami trend penurunan selama kurun waktu milenium ini yang didorong dengan gaya hidup paperless; menggantikan buku dengan e-book, menggantikan majalah dan koran dengan media online, mengumpulkan tugas via email, dan lain-lain. Namun, perlu dicatat juga bahwa konsumsi jenis kertas yang lain yaitu kertas tisu mengalami peningkatan di kurun waktu periode milenium ini. Selain kertas tisu, kertas kemasan juga mengalami peningkatan kebutuhan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan kebutuhan hidup dan maraknya e-commerce atau jual beli online. Lihat? Bagaimanapun juga kertas tetap dibutuhkan dalam kehidupan kita dan industri kertas tetap harus berjalan. Lalu bagaimana dengan isu deforestasi?

Laju Deforestasi Hutan di Indnesia

Isu deforestasi hutan dapat ditangani dengan penanaman hutan kembali. Hal ini pun diklaim oleh perusahaan-perusahaan terkait industri penggunaan hasil hutan bahwa mereka telah melakukan usaha menanam hutan kembali untuk menggantikan pohon-pohon yang sudah ditebang. Meskipun begitu masih terdapat pendapat bahwa pohon-pohon yang baru tersebut terlalu muda dan terlalu kecil apabila dibandingkan dengan pohon yang sudah ditebang, sehingga tidak dapat menggantikan nilai dari pohon yang sudah ditebang tadi. Bagaimanapun juga, langkah ini tetap harus dilakukan agar kita bisa memastikan keberlangsungan hidup hutan sebagai suatu ekosistem, penampung keanekaragaman hayati, dan sumber hidup masyarakat. Regulasi pemerintah perlu dibuat jelas bagi industri yang menggunakan hasil hutan agar ikut sama-sama menjaga keberlangsungan hutan.

Langkah lain yang efektif adalah dengan mendaur-ulang kertas. Kertas yang sudah dipakai dapat didaur ulang kembali sehingga meminimalisasi penebangan hutan untuk pembuatan kertas. Insinyur di perusahaan pulp dan kertas juga dapat berperan dalam hal ini yaitu dengan merekayasa proses pembuatan kertas agar lebih efektif dalam penggunaan energi dan bahan baku.

Kertas dan hutan sama-sama penting dan tidak dapat terlepas dari kehidupan kita, yang kita harus lakukan adalah bagaimana keduanya tetap terjaga keberlangsungannya tanpa saling menganggu keberlangsungan masing-masing.

Ini #CeritaDariHutan ku, mana ceritamu?



#HutanituIndonesia
#HutanituKita
#CeritadariHutan

0 komentar:

Posting Komentar