Minggu, 31 Januari 2021

Film Soul (2020): Rentetan Pelajaran Kehidupan

Post ini bukanlah tentang review film, -ya karena gw sendiri emang bukan reviewer atau kritikus film handal 😆-. Post ini lebih berisi tentang makna dan pelajaran kehidupan yang gw dapet setelah menonton film Soul (2020). Film ini rilis streaming tanggal 25 Desember 2020 di Disney+, dan menurut gw, film ini cocok sebagai film penutup tahun 2020, tahun "spesial" dengan pandemi korona dan segala tetek bengeknya. Dari film-film yang udah gw tonton, film Soul ini jadi salah satu yang paling mengena di hati gw. Mungkin juga karena gw berada di range usia yang kalau istilah jaman sekarang sedang masuk fase QLC alias "quarter life crisis", dimana mungkin banyak dari kita sedang mencari makna dan tujuan hidup, jadi gw merasa cocok dan "ngena" banget dengan adegan-adegan yang ada di film ini. Sedikit curcol -yang mungkin tidak penting bagi pembaca-, gw sebenarnya udah pingin banget nulis post ini semenjak Desember 2020 lalu, namun dikarenakan gw sedang rempong dengan penulisan tugas akhir beserta tetek bengeknya, akhirnya barulah sekarang gw sempat untuk menulis post ini hohoho.


Sinopsis

Secara singkat, film ini berkisah tentang Joe Gardner, seorang guru musik di SMA, yang sangat menyukai dan berpassion dengan musik jazz utamanya dengan piano. Meskipun dia seorang guru musik di SMA, Joe punya keinginan terpendam agar bisa menjadi musisi Jazz dan tampil dalam pertunjukan. Hingga kemudian, datanglah momen dimana Joe mendapat kesempatan langka untuk bergabung dengan grup musik dari musisi Jazz ternama yaitu Dorothea. Namun belum sempat Joe menghadiri pertunjukan pertamanya, Joe malah jatuh ke lubang yang membuatnya koma. Saat itu, jiwa alias arwah Joe sudah berada di alam Great Beyond -ya mungkin analoginya kalau di agama islam itu adalah alam akhirat-. Joe tidak terima dirinya sudah "mati" sebelum sempat tampil di pertunjukan musik pertamanya -hal yang paling dia nanti dalam hidup. Sehingga Joe pun kabur dari alam Great Beyond dan secara tidak sengaja masuk ke alam Great Before: alam bagi jiwa-jiwa yang belum dilahirkan. Di alam inilah, Joe bertemu dengan jiwa 22 dan dari situlah petualangan mereka dimulai. -Oke, ternyata sinopsis yang gw buat nggak singkat-singkat amat ya haha, malah panjang jadinya-

Nah, back to the topic: jadi pelajaran apa yang gw dapet dari film ini? Nggak usah lama-lama, langsung aja cekidot. 

Warning! buat yang belum pernah nonton film ini, tulisan gw akan banyak mengandung spoiler

1. Terlalu Fokus pada Tujuan Hidup dan Diri Sendiri

Jazz, jazz, jazz. Hal itulah yang ada di pikiran Joe dan yang selalu ia perbincangkan ke orang-orang. Menjadi seorang musisi jazz memang adalah tujuan hidupnya dan Joe sendiri merasa passion atau sparks dalam hidupnya adalah musik jazz. Tentu, memiliki tujuan hidup bukanlah sesuatu yang salah; justru dengan punya tujuan hidup kita tahu kemana arah hidup kita dan secara tidak langsung akan memotivasi diri kita menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, saat kata "terlalu" ditambahkan, maka akan menghasilkan efek yang berbeda. Terlalu fokus pada tujuan hidup hingga menjadikan itu sebuah obsesi, justru akan menimbulkan masalah-masalah lain seperti: kurang peduli dengan keadaan di sekitar, kurang bersyukur, kurang menikmati momen hidup, kecemasan, dan sebagainya. Dimana masalah-masalah ini akan gw bahas lebih detail di poin-poin selanjutnya.
Jazz, Jazz, Jazz
Pesan lain yang gw dapat adalah bahwa janganlah kita terlalu fokus pada diri sendiri, seakan-akan menganggap bahwa dunia ini berputar di sekeliling kita saja. Menjadikan kita abai dengan orang-orang di sekitar kita yang sebenarnya mereka peduli dan menyayangi kita. Seperti Joe yang saking terlalu fokus dengan dirinya sendiri: dia menjadi kurang ngeh dengan betapa sebenarnya ibunya menyayanginya dan mau mendukung keinginan Joe untuk mejadi musisi Jazz, menjadi kurang ngeh bahwa muridnya Connie butuh dukungan dan diyakinkan untuk bermain Jazz, dan kurang ngeh bahwa Dez tidak selalu ingin berbicara tentang Jazz saja saat Joe mengunjungi barber shop-nya. 

Mengenai "terlalu fokus pada diri sendiri" ini, gw pernah mendengar suatu video di youtube dari seorang psikiater: dr. Andri, Sp.Kj. [1], bahwa terlalu fokus pada diri sendiri adalah hal yang tidak baik, bahkan jika terakumulasi dalam waktu yang lama bisa menyebabkan gangguan mental. Beliau berkata, sebagai manusia tentu wajar jika memiliki ego, namun tak jarang kita -ya gw juga tentunya- terlalu mengedepankan ego kita sendiri, dimana kita berharap: bahwa kita menjadi nomer 1, kita berharap orang lain memperhatikan kita, kita berharap pasangan kita nurut atau sesuai kemauan kita, kita berharap orang lain mendengarkan keluhan kita, kita berharap orang-orang mengerti kemauan kita, dan buanyaaaak lagi pokoknya seakan-akan dunia ini cuman berputar di diri kita sendiri aja. 
  • Bahkan, pada orang yang terlalu fokus pada diri sendiri, sedikit cobaan atau sakit yang dia rasakan, bisa saja dia meresponnya dengan menganggap bahwa dirinyalah yang paling menderita di dunia ini, seakan-akan lupa bahwa ada orang di luar sana yang terlahir dengan kecacatan, kemiskinan, sekaligus yatim-piatu namun dia tetap semangat untuk hidup. 
  • Atau saat sekali saja tidak diperhatikan orang lain, langsung berpikir bahwa tidak ada orang di dunia ini yang perhatian padanya, seakan-akan lupa bahwa baru saja beberapa waktu lalu ada teman yang perhatian mengiriminya bubur ayam saat tau dia sakit. 
  • Atau saat isi chat-nya hanyalah dari teman kantor/kuliah yang bertanya urusan kerja/kuliah saja, dia langsung menganggap bahwa tidak ada orang yang benar-benar peduli padanya dan menganggap mereka menghubunginya saat butuh saja, seakan-akan lupa bahwa saat dirinya pernah tertimpa musibah, teman-teman kantor/sekolahnya menggalang donasi untuknya. 
See? Very toxic thinking, right? Dan mungkin kita pernah atau bahkan sering menemukan orang-orang dengan pola pikir seperti ini di sekeliling kita atau bahkan justru jangan-jangan malah diri kita sendiri yang seperti itu. Dokter Andri bilang bahwa hal ini bisa kita cegah dengan cara memerhatikan dan memberikan kebahagiaan pada orang atau makhluk lain. Misal dengan membantu orang lain, bersedekah, sekedar memberi makan pada kucing jalanan, mengucapkan selamat pagi atau pujian ke orang lain atau pasangan kita, mendengarkan dengan hikmat orang yang sedang curhat atau bercerita ke kita meskipun kita sendiri sudah pernah tahu cerita tersebut namun tetap mendengarkannya karena ingin membahagiakan orang tersebut [2], dan buaanyak lagi. Intinya adalah kita harus mengurangi egosentris yang ada dalam diri kita, dengan cara lebih banyak "memberi".

2. Obsesi & Kecemasan

Saat Joe dan 22 mengunjungi "The Zone" tempat dimana jiwa-jiwa yang masih hidup "zone out" dari dunia nyata karena melakukan suatu hal dan sangat tertarik padanya, contohnya seperti seorang pebasket yang sedang menikmati bermain basket. Nah ada satu dialog di adegan ini yang sangat mengena di hati gw, yaitu saat Joe melihat gerombolan "the lost souls" atau jiwa-jiwa yang hilang dimana jiwa-jiwa tersebut terselimuti oleh gumpalan hitam dan seolah-olah berjalan tanpa arah. Saat Joe bertanya apa yang terjadi pada mereka hingga menjadi seperti itu, lalu Moonwind menjawab:
"Poor soul. Some people just can't let go off their own anxiety and obsession, making them lost and disconected from life. And this is the result"

"Lost souls actually are not that different from those 'in the zone'. The zone is indeed enjoyable, but when that joy becomes an obsession, one becomes disconnected from life"

Obsesi & Kecemasan
Entahlah, gw pikir dialog ini seakan-akan menyindir/memperlihatkan bahwa orang-orang yang terlalu obsesi dan cemas terus menerus dalam hidupnya, maka sangat mungkin orang tersebut mengalami gangguan psikologis, bahkan jika kondisinya lebih parah membuatnya seakan-akan terputus dari dunia nyata. Well, kasus kayak gini tentunya nggak jarang kita temui kan. Gw pernah dengar kasus tentang Mr. X yang terobsesi menjadi anggota DPR sehingga dia mengeluarkan segala uang yang dia punya untuk kampanye bahkan hingga berhutang. Ternyata, dia tidak terpilih menjadi anggota DPR, sudah banyak uang yang dia keluarkan, belum lagi kewajiban membayar hutang yang dia pakai untuk kampanye. Wajar dia merasa sedih dan stress, namun kemudian sedih & stressnya ini tak kunjung reda karena sedari awal dia terobsesi untuk menjadi anggota DPR. Bukannya lapang dada menerima kekalahan dan mencari solusi untuk masalahnya, dia malah semakin sedih & stress karena obsesinya tidak tercapai. Endingnya? Dia didiagnosis dengan schizophrenia: gangguan mental yang membuat penderitanya tidak bisa membedakan kenyataan dan ilusi. Sungguh sayang bukan. Atau kalau di film Soul ini, kasusnya adalah seorang Manajer Investasi dimana kerjaan sehari-harinya memperhatikan pergerakan saham, yang mungkin membuatnya selalu dalam keadaan cemas dan tegang terus-menerus karena khawatir saham tiba-tiba anjlok dan sebagainya; serta memiliki obsesi berlebihan agar dia selalu mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari trading ini. Hasilnya? Dia seperti "zombie" di dunia nyata dan menjadi "the lost souls" di The Zone. 
Saat si Hedge Fund Manager sadar 😅
Dialog ini sekali lagi mengajarkan gw untuk jangan terobsesi dan terlalu cemas akan sesuatu, untuk lebih "slow-down" dalam pace hidup gw, dan untuk menyadari bahwa hidup ini janganlah terfokus pada satu hal saja, banyak hal lain yang bisa kita lakukan dalam hidup dan pilihlah hal-hal yang memang apabila kita lakukan membuat kita merasa lebih hidup dan bahagia.

3. Peduli & Memahami Orang Lain

Saat Connie datang ke apartemen Joe untuk mengatakan bahwa dia berhenti bermusik. Joe -yang saat itu ada di tubuh kucing- meminta 22 -yang sedang ada di tubuh Joe- untuk mengabaikan "drama" Connie. Namun 22 memutuskan untuk menemuinya dan mengajaknya bicara & berdiskusi. 22 mendukung keinginan Connie yang ingin berhenti bermusik jika memang itu yang diinginkannya. Namun kemudian saat 22 melihat Connie bermain trombon dengan hikmat seakan-akan masuk ke dalam "The Zone", 22 pun langsung terpesona dan mengatakan bahwa Connie benar-benar menyukai dan berbakat di bidang musik. Setelah itu, Connie pun memutuskan untuk tetap bermain musik. See? Connie sebenarnya tidak membenci atau bahkan ingin berhenti bermusik, ia hanya butuh diyakinkan saja akan kemampuan bermusiknya. Di sini gw belajar bahwa, kita harus peduli dan peka pada orang lain. Kalau ada orang yang menemui kita lalu ingin "curhat" (-curhat ya, bukan ghibah-), maka kita dengarkan saja apabila itu memang membantunya menjadi lebih tenang dan meringankan bebannya, berusaha memahami apa yang dia rasakan, lalu kita memberikan tanggapan atau kalimat yang afirmatif padanya.
Ketika mendengarkan curhatan connie
Adegan lain adalah saat di barber shop, dimana 22 bingung dan bertanya pada Joe apa yang harus dia katakan pada Dez, si tukang cukur. Joe mengatakan bahwa selama ini dia biasanya berbicara tentang Jazz dengannya. Namun yang terjadi, 22 malah berbicara banyak hal mulai dari gaya rambut hingga tentang filosofi hidup terhadap Dez, bahkan pelanggan lain di barbershop tersebut pun ikut terhanyut dengan ocehan 22. Dari situ, kemudian keluarlah pengakuan dari Dez bahwa dia dulu sebenarnya bercita-cita menjadi dokter hewan, namun karena keterbatasan finansial, maka dia menjadi tukang cukur. Saat mereka berpisah dengan Dez, Dez berkata bahwa dia senang bahwa mereka tidak lagi berbicara tentang Jazz dan Dez senang saat Joe bertanya tentang dirinya. 
Belajar mendengarkan & peduli dengan orang lain :)
Entah gimana ya, adegan ini juga bener-bener bikin "ncess" di hati. Gw sebagai orang yang ekstrovert sekaligus cerewet membuat gw tidak jarang mendominasi percakapan, dan gw sadar bahwa kadang-kadang gw suka kelewatan misal dalam percakapan itu mungkin porsi bicara gw 70% sedangkan lawan bicara hanya 30%. Dari adegan ini membuat gw sadar bahwa kita pun harus berusaha memahami orang lain dan harus menahan diri agar tidak terlalu fokus membicarakan diri sendiri. Saat kita memahami & menghargai orang lain dengan bertanya atau membiarkan dia bercerita tentang kabar atau kehidupannya, maka secara tidak langsung kita membuatnya bahagia dan merasa dihargai. Saat apa yang kita lakukan membuat orang lain bahagia, kita pun pasti ikut ketularan bahagia juga  ðŸ˜Š.

4. Openness

Adegan di saat Joe menemui ibunya untuk meminta tolong membetulkan celananya yang robek, juga jadi salah satu adegan favorit gw. Di adegan ini, baik Joe maupun ibunya akhirnya saling bicara dari hati ke hati tentang keinginan mereka masing-masing dan alasan di balik itu. Joe yang awalnya mengira bahwa ibunya tidak pernah menyetujui mimpinya, menjadi tahu alasan di balik ketidaksetujuan itu. Si Ibu pun sadar, bahwa mau sebagaimana khawatirnya si Ibu tentang masa depan Joe, dia tidak bisa melarang keinginan Joe karena memang itulah yang Joe inginkan dalam hidup. Di akhir, si Ibu akhirnya mendukung keinginan Joe bahkan memberikannya setelan yang bagus untuk tampil di pertunjukan. 
Keterbukaan
Sebagai anak, pasti adalah hal-hal dimana kita dan orang tua memiliki pendapat yang berbeda; entah itu pilihan jurusan, pilihan karir, atau pilihan jodoh. Namun ketidak-sinkronan pendapat itu tidak lantas menjadi alasan kita untuk menjudge bahwa orang tua tidak mendukung pilihan kita. Selalu ada cara untuk melunakkan hati orang tua, salah satunya dengan bicara dari hati ke hati sebagaimana yang Joe lakukan dengan ibunya. Dan ya, percayalah bahwa orang tua yang telah merawat kita dari kecil, pasti hanya ingin yang terbaik untuk kita dan tidak ingin kita menderita -oke, ini gw berbicara mayoritas ya-. Jadi, kuncinya komunikasi. Gw sendiri mengalami ini baru-baru ini, yang awalnya selama ini gengsi untuk mengkomunikasikan ke orang tua tentang suatu hal, namun ternyata saat gw jujur tentang perasaan gw, tanggapan orang tua sangat terbuka dan bener-bener sangat baik. Bikin gw menyesal kenapa nggak dari dulu aja ya begini haha, tapi bersyukur juga akhirnya lega bisa komunikasiin dan jadi sadar bahwa ke depan kalau ada apa-apa ya dikomunikasikan aja.

5. Just Do It

Pesan ini gw dapat dari adegan dimana 22 menggoda Joe untuk segera menghubungi Lisa, perempuan yang ia sukai. Joe tidak mau dan beralasan bahwa saat ini dia sedang tidak ingin berurusan dengan hal berbau romansa cinta. 22 pun langsung membalas "Oh, memangnya kau sesibuk itu? Mau nunggu sampai mati 2x dan belum sempat mengutarakan perasaan ke Lisa, gitu?" 😆. Well, ini bener banget hahaha. Kalau memang suka, yasudah nyatakan saja, apalagi klo nggak ada halangan apa-apa. -Ini gw membicarakan hubungan romansa orang dewasa ya, anak SD & ABG stay away-. Betapa banyak dari kita menyia-nyiakan kesempatan, nggak cuman romansa tapi di hal-hal lain juga seperti karir dan lain-lain, karena kita yang ragu. Padahal ya, tinggal lakuin aja. Just do it!
Mau nunggu sampai mati kedua kali?

6. Perhatikan kata-kata

22 yang sudah sekian ribu tahun mengikuti You Seminar dan sudah bertemu dengan sekian ribu mentor, namun tak satupun dari mereka berhasil membuat 22 mendapat earthpass sampai akhirnya 22 bertemu dengan Joe dan berpetualang di bumi dan mendapatkan earthpass-nya. Namun, justru saat mendapat earthpass, Joe sendiri tidak percaya bahwa 22 mendapatkan itu karena dirinya sendiri, melainkan Joe menuduh bahwa earthpass itu didapatkan karena 22 berada di dalam tubuh Joe. Mendengar perkataan itu, 22 sedih dan memutuskan untuk menyendiri. Kata-kata umpatan dari Joe, beserta kata-kata dari ribuan mentor lain tentang dirinya yang tidak akan pernah layak hidup di bumi, yang tidak punya sparks dalam hidup, yang tidak punya tujuan dalam hidup; semuanya bergumul dalam kepala 22. Menjadikannya percaya dengan kata-kata itu dan semakin rendah diri bahwa dia tak akan pernah layak hidup di bumi, hingga di titik dimana 22 berubah menjadi The Lost Soul. See? Bagaimana kata-kata yang keluar dari mulut kita bisa mengubah persepsi orang akan dirinya. Dan entah berapa kali kita sadar atau tidak sadar, mengucapkan kata-kata yang menyakiti perasaan orang. Kita tidak pernah tahu bagaimana level respon orang dalam menerima kata-kata kita, namun apapun itu, kita sendiri yang harus mengatur agar kata-kata yang kita keluarkan bukanlah hal yang menyakitkan ataupun merendahkan orang lain. 
Depresi

7. Bersyukur

Adegannya adalah di saat si tokoh utama Joe berbincang ke Dorothea setelah mereka tampil dalam pertunjukan Jazz, momen yang selama ini dinanti-nantikan oleh Joe, namun Joe malah merasa tidak puas/bahagia. Joe berkata "Aku sudah lama menanti-nantikan hal ini seumur hidupku, kupikir akan terasa berbeda tapi nyatanya tidak". Lalu Dorothea menjawab:
"I heard this story about a fish, he swims up to an older fish and says: 'I'm trying to find this thing they call the ocean'. 'The ocean?' the older fish says, 'that's what you're in right now'. 'This', says the young fish, 'this is water. What I want is the ocean!"
Jawaban Dorothea menyiratkan bahwa sering sekali manusia kurang bersyukur dan memiliki cara pandang yang sempit/terbatas hingga kita tak menyadari bahwa kita selama ini sedang diberi anugrah/rizki. Kalau cara pandang kita diubah menjadi helicopter view, mungkin disitulah kita baru sadar betapa banyak nikmat yang sebenarnya sudah kita dapat dan keinginan yang sudah kita capai. 

Beberapa adegan lain di film Soul (2020) juga menyadarkan gw untuk bersyukur di hal-hal sekecil apapun itu, seperti menyaksikan helaian kelopak bunga yang jatuh di musim gugur, merasakan nikmatnya setiap gigitan & kunyahan dari sepotong pizza, merasakan hembusan angin dari lubang exhaust, memandangi langit biru, merasakan tatapan hangat dari ibu, bersenda gurau dengan ayah, bersepeda di cuaca yang bagus, menyaksikan indahnya kembang api di malam tahun baru, memandangi langit sore dari jendela kereta, bahkan sekedar merasakan terpaan ombak di telapak kaki saat berdiri di tepi pantai. Semua hal-hal itu seringnya luput untuk kita syukuri. 
Adegan di Film Soul yang sukses bikin termehek-mehek
Jujur, di adegan tersebut gw menangis menyadari betapa kurangnya gw bersyukur selama ini dan menyadari bahwa selama ini gw telah menjalani hidup yang indah dan penuh kenikmatan, namun sayangnya gw kurang ngeh dengan segala kenikmatan itu. Memang di dalam hidup selalu ada cobaan dan ujian, namun apabila dibandingkan dengan jumlah rezeki dan nikmat yang gw peroleh, cobaan dan ujian itu tidak ada apa-apanya. Yes, seringkali kita terlalu fokus pada 1% ujian hidup yang sedang kita jalani, dan melupakan 99% sisanya yang justru berisi nikmat dan anugerah. Intinya adalah syukuri segala nikmat yang ada dan nikmati setiap momen hidup yang sedang kita jalani. 

8. Ikhlas

Menyambung dari poin sebelumnya tentang bersyukur, tibalah momen dimana Joe sudah ikhlas akan kehidupan yang telah ia jalani dan siap untuk mati dengan mengembalikan earthpass kepada 22.  Ini bener-bener menyentuh. Maksud gw, hidup Joe saat itu baru sekali saja tampil di pertunjukan Jazz padahal menjadi musisi Jazz bersama Dorothea adalah hal yang sudah ia impikan selama ini, tapi Joe memilih untuk ikhlas bahwa tak apa dia baru sempat 1x saja main di pertunjukan Jazz. Adegan ini mengajarkan gw untuk ikhlas menerima apapun ketetapan yang Allah berikan. Ketetapan itu bisa baik atau buruk, tapi definisi baik dan buruk datangnya dari manusia, tapi Allah, Tuhan yang menciptakan kita yang MahaTahu & MahaBijaksana, tahu yang terbaik untuk kita, jadi percaya saja bahwa ketetapan itu memang yang terbaik untuk kita dan menjadi ikhlas terhadapnya. Ikhlas meskipun yang kita inginkan tidak tercapai. Ikhlas saat diberi cobaan. Ikhlas saat diberi sakit. Ikhlas menerima segala kekurangan yang kita punya. Namun, seperti gw bilang tadi, di luar ikhlas yang harus kita lakukan dalam menerima segala ketetapan yang ada, perlu diingat lagi bahwa sungguh betapa banyak nikmat dan anugerah yang telah Tuhan berikan untuk kita, baik kita memintanya atau tidak. Jadi, logikanya ikhlas harusnya mudah untuk kita lakukan mengingat sudah banyak dan tak terhitung nikmat yang telah Tuhan berikan.

9. Nikmati setiap Inchi Momen Hidup a.k.a "Live in The Moment"

Pesan ini gw ambil dari adegan saat salah seorang "Jerry" komen tentang kesalahan manusia dalam memahami makna sparks serta adegan di bagian akhir film sebagaimana gw bilang di poin 7 & 8 dimana Joe flashback tentang apa yang ia alami di dunia dan sudah ikhlas dengan hidupnya dan apa yang telah ia lalui. 

Dari sini gw mendapat pesan bahwa: bahagia itu bisa dan berhak kita miliki, tanpa perlu menunggu sesuatu yang kita anggap sebagai "tujuan hidup" atau "sparks" tercapai. Tentu tidak salah, memang dalam hidup sebaiknya kita punya tujuan, punya rencana jangka pendek atau jangka panjang entah terkait sekolah, karir, atau pengembangan diri kita; sehingga kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Namun perlu diingat, terlalu fokus pada tujuan atau rencana hidup ke depan, bahkan menjadikannya standar bahwa itulah definisi kebahagiaan kita, itu justru akan menghilangkan kesadaran kita akan nikmat-nikmat yang kita dapat saat menjalani proses menuju tujuan tersebut, yang seharusnya kita pun menjadi bahagia karenanya. Oke, ribet ya bahasa gw? Hahaha. Simple-nya gini, misal Pak Dono seorang dosen yang ingin punya tujuan ingin menjadi profesor. Tujuan yang wajar bukan? Yap. Secara tak sadar, Pak Dono menjadikan atau mempersepsikan bahwa tujuan "profesor" tersebut adalah definisi kebahagiannya. Hari-hari Pak Dono pun dipenuhi dengan berbagai usaha agar dia memperoleh gelar profesor. Di pikirannya adalah profesor, profesor, profesor. Seperti Joe: jazz, jazz, jazz. Pak Dono merasa belum lega atau bahagia kalau belum jadi profesor, atau dengan kata lain terlalu fokus dengan tujuannya, terlalu fokus pada apa yang belum dia dapatkan; sama seperti yang terjadi pada Joe Gardner. Nah, hal ini justru yang akan menjadikan kita lupa untuk sadar dan mensyukuri setiap momen hidup yang kita lewati untuk mencapai tujuan tersebut. Kita lupa mensyukuri apa yang sudah kita miliki/terima saat ini. Nah adegan di bagian ending film tersebut benar-benar menampar gw secara pribadi, bahwa selama 24 tahun hidup: gw kurang sadar, hadir, dan bersyukur di setiap momen hidup yang gw lewati. Gw terlalu fokus dengan tujuan, dengan apa yang belum gw miliki, dan kurang menyadari betapa banyak hal yang seharusnya gw syukuri serta betapa banyak orang-orang yang sayang sama gw. Yap, gw nangis (lagi) pas adegan ini. Intinya: kita (terutama gw) harus banyak-banyak bersyukur, bersyukur atas kehidupan yang gw dapatkan saat ini, harus lebih aware dengan lingkungan sekitar, serta menikmati setiap momen hidup yang dilewati baik itu menyenangkan maupun tidak. Serta menyadari bahwa merasakan kebahagiaan itu tidak perlu menunggu tujuan tercapai, melainkan sudah berhak kita rasakan saat ini di momen ini, dengan cara bersyukur dan menikmati setiap momen hidup yang kita jalani
I am gonna live every minute of it
"Yesterday is history, tomorrow is mystery, but now is a gift. That's why it is called present"
-Master Oogway-
Anyway, pendapat ini pun terkonfirmasi saat gw mendengar video Youtube dr. Andri Sp.Kj. juga, beliau menyebutkan adanya hubungan antara mengejar kebahagiaan dan munculnya gangguan kecemasan dan psikosomatis [3]. Beliau menyebutkan bahwa, saat seseorang memiliki tujuan maka dia secara tak sadar mempersepsikan tujuan tersebut sebagai standar kebahagiannya. Selama proses mengejar tujuan tersebut, secara sadar atau tidak sadar malah justru membuat si orang tersebut menjadi cemas dan tegang sampai tujuannya tercapai. Rasa cemas ini akan mempengaruhi amygdala yang ada di otak dan mengakifkan hormon kortisol, dan apabila terakumulasi dalam waktu yang lama malah akan menimbulkan gangguan kecemasan dan psikosomatis. Oleh karena itu, dalam mencapai tujuan/kebahagiaan, dr. Andri menyarankan bahwa kita harus menghargai setiap proses yang kita lewati dan bersyukur atas segala hal (kemampuan, fokus, sumber daya) yang kita punya saat ini dalam mencapai tujuan tersebut.

Cuap-Cuap Terakhir

Yah itu dia, pesan-pesan yang gw tangkap dari film ini. Tentunya beda kepala akan beda pula pemikiran & penafsiran, jadi bagi kalian yang sudah menonton ini bisa jadi tidak setuju dengan yang gw tulis atau punya penafsiran lain akan film ini. Dan yah, tentu itu hal yang wajar. Lalu, buat kalian yang belum menonton film ini, gw sangat merekomendasikan film ini terutama buat kalian yang sedang berada di range usia 20-40 tahun. Memang biasanya film animasi cenderung diperuntukkan untuk penonton anak-anak, tapi entah kenapa menurut gw, film ini jauh lebih cocok ditonton oleh orang-orang di range usia dewasa muda dibanding anak-anak.

Oh ya, ada satu hal lagi yang ingin gw sampaikan. Gw rasa ada "makna tersembunyi" dibalik penamaan tokoh 22. Kenapa harus "22"? Ya tentunya selain menunjukkan kalau si tokoh 22 ini sudah suangaaat luaamaaaa berada di alam Great Before (karena di momen Joe datang ke You Seminar, urutan unborn soul sudah mencapai 100 milyar sekian 😂), mungkin juga angka 22 secara implisit menunjukkan usia dimana manusia biasanya mulai "galau" dan mencari-cari tentang makna dan tujuan hidup. Persis seperti tokoh 22 yang memang sedang bingung apa motivasi, alasan, dan tujuannya untuk hidup di bumi.

Oke itu dia tulisan dari gw. Nggak tahu kenapa, tumben sekali gw bisa-bisanya bikin post dengan tema seperti ini hahaha. Intinya gw cuman pingin sharing tentang insight-insight yang gw dapat dari film Soul ini, and I think those are worth sharing. Sekaligus post ini jadi reminder buat diri gw sendiri agar lebih baik ke depannya.

Semoga bermanfaat! Ciao!



Referensi:
  1. Andri. 23 November 2017. Jangan terlalu fokus pada diri sendiri. https://www.youtube.com/watch?v=M5-CXaYO3g4
  2. Firanda Andirja. 8 April 2020. Keutamaann sedekah, sifat pemaaf, dan tawadhu. https://www.youtube.com/watch?v=kDoeuxKXwAs&t=638s
  3. Andri. 25 Januari 2021. Bagaimana mengejar kebahagiaan malah membuat cemas?. https://www.youtube.com/watch?v=WBXfCNYVQZs