Senin, 31 Agustus 2020

Energy Storage: Kunci Pendukung Pengembangan Energi Baru & Terbarukan

Energi adalah hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap sendi kehidupan manusia dimulai dari rumah tangga hingga industri skala besar membutuhkan energi untuk menjaga kelangsungan aktivitasnya. Indonesia, dengan penduduk sekitar 273 juta jiwa tentunya memiliki kebutuhan energi yang besar, bahkan lebih besar dibanding beberapa negara maju seperti UK, Polandia, Belanda, dan UEA [1]. Selain itu, jika Indonesia sendiri sedang bergerak menuju target menjadi negara maju yang ditandai dengan nilai GDP yang tinggi maka akan mempengaruhi juga nilai TPES (total primary energy storage) yang menjadi semakin tinggi juga [2], membuat kebutuhan penyediaan energi nasional menjadi hal yang krusial untuk dilakukan.

Top Energy Consumers Worldwide [1]


Indonesia sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan energi 92%-nya masih berasal dari energi fossil, sisanya 8% berasal dari energi terbarukan [3]. Sayangnya ketersediaan energi fosil yang menjadi sumber energi utama di Indonesia bersifat terbatas dan semakin hari semakin menipis. Untuk menghadapi kondisi ini dan untuk menghadapi krisis energi di masa depan, maka pengmaksimalan pemanfaatan energi dari sumber baru dan terbarukan menjadi solusi. Hal ini pun sejalan dengan mandat dari COP 21 untuk membuat transisi energi ke yang bersifat berkelanjutan serta sesuai juga dengan target dari Presiden Joko Widodo agar bauran energi terbarukan pada tahun 2025 mendatang sebesar 23%. Pemerintah Indonesia pun sudah memulai usaha pengembangan energi baru terbarukan ini dengan membangun PLTS, PLTA, PLTBM, dan PLTB di beberapa titik di Indonesia [4].

Sayangnya terdapat isu yang patut diperhatikan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan yaitu sifatnya yang "intermittent" [5]. Berbeda dengan energi fosil yang selalu bisa tersedia setiap waktu, pada energi terbarukan seperti angin, surya, atau ombak maka sumber energi tidak dapat tersedia setiap waktu. Angin tidak mungkin memiliki kecepatan yang sama sepanjang hari, terdapat periode dimana angin memiliki kecepatan yang "pas", namun tidak jarang juga kecepatan angin menjadi terlalu rendah sehingga tidak cukup untuk memutar baling-baling, atau justru menjadi terlalu tinggi yang bisa jadi tidak sesuai dengan spesifikasi baling-baling. Sama halnya dengan matahari, ada kalanya sinar matahari tidak terang dikarenakan terhalang awan atau mendung, serta dipastikan tidak akan tersedia energi pada malam hari. Hal ini pun akan menciptakan yang namanya puncak dan lembah pada grafik ketersediaan sumber energi, padahal kita tahu bahwa kebutuhan energi tidak mau tahu dengan puncak dan lembah ini. Kebutuhan energi harus terpenuhi entah itu dikala siang maupun malam, atau di kala mendung, hujan, maupun terik. Di sinilah terdapat ketidak-match-an antara produksi/ketersediaan energi terbarukan dengan permintaan energi.

Energi terbarukan bersifat intermittent

Energy storage menjadi solusi untuk menghubungkan antara produksi energi terbarukan yang bersifat fleksibel dengan pemenuhan permintaan energi. Selain mendukung keberadaan teknologi energi terbarukan, energy storage dapat membantu menyeimbangkan ketersediaan energi pada grid serta berkontribusi dalam memaksimalkan setiap "energi hijau" yang dihasilkan. Energy storage pun akan mengubah kurva fleksibilitas ketersediaan energi sebagaimana digambarkan di gambar di bawah dimana dibandingkan bagaimana fleksibilitas pada sistem pembangkit yang ada sekarang dengan pembangkit di masa depan.

Energy storage dan fleksibilitas [6]


Jenis-Jenis Energy Storage 

Penyimpanan energi (energy storage) dalam hal ini listrik, tidak bisa disimpan begitu saja, melainkan harus diubah atau ditransformasikan dulu menjadi bentuk lain seperti panas, mekanik, gravitasi, atau kimia; sehingga menghasilkan beberapa jenis energy storage system tergantung mekanisme atau prinsip kerjanya. Selain itu, pemilihan jenis energy storage pun akan bergantung pula dengan kapasitas energi: penyimpanan berkapasitas besar untuk skala GW, penyimpanan pada grid untuk skala MW, serta penyimpanan pada level rumah tangga atau perkantoran untuk skala KW [7]. 

Kategori Energy storage berdasarkan kapasitasnya [7]

Secara umu, jenis-jenis energy storage terbagi menjadi 5 kategori yaitu:
  • Termal
Merupakan mekanisme penyimpanan energi dengan cara menangkap panas atau dingin untuk kemudian disimpan dan dilepaskan menurut kontrol tertentu.
  • Penyimpanan mekanis
Menyimpan listrik dalam bentuk energi kinetik atau gravitasi, contohnya flywheels. Flywheels merupakan sistem penyimpanan mekanis yang terdiri dari cakram logam yang akan mulai bergerak saat suatu torsi ditimpakan padanya, selanjutnya terjadi "pengereman" yang membuat energi listrik tersimpan dalam bentuk energi kinetik. 
  • Hidrogen
Pada sistem ini, kelebihan energi listrik disimpan dalam bentuk hidrogen melalui proses elektrolisis (pemecahan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen). Salah satu contoh nyata penggunaan hidrogen dalam penyimpanan energi listrik adalah pada mobil Toyota Mirai yang menggunakan fuel cell untuk sistem penyimpanan energinya [8].
Toyota Mirai Fuel Cell Vehicle
  • Pumped Hydropower
Menggunakan reservoir air yang besar sebagai sistem penyimpanan energinya. Saat terdapat kelebihan energi, maka energi digunakan untuk memompa air ke reservoir yang ada di atas (daerah lebih tinggi). Lalu, saat dibutuhkan energi, maka air di reservoir tersebut dialirkan ke bawah untuk kemudian memutar turbin dan menghasilkan listrik. Sistem ini merupakan sistem penyimpanan energi yang paling efisien untuk kapasitas besar [7]. Teknologi ini pun sudah diterapkan di beberapa PLTA yang ada di luar negeri. 
  • Baterai
Baterai disini meliputi segala macam penyimpanan yang menggunakan mekanisme elektrokimia, berupa lead-acid battery, baterai litium, dan kapasitor. Keuntungan utama penggunaan baterai untuk penyimpanan energi adalah respon yang cepat (milisekon), kemudahan instalasi, serta skalabilitas.

Baterai Litium: Fokus Pengembangan Energy Storage Masa Depan

Di antara bermacam-macam energy storage system sebelumnya, baterai litium menjadi yang paling populer dikembangkan dalam era renewable energy ini. Menjadi salah satu unsur terkecil dalam tabel periodik, litium memiliki potensi elektrokimia yang tinggi sehingga dapat mengakumulasi energi dalam jumlah yang banyak. Meskipun memiliki berat yang ringan serta efisiensi simpan yang tinggi, litium memiliki kekurangan yaitu: harga yang mahal. Meskipun begitu, situasi ini pasti akan berubah seiring dengan banyaknya pengembang dan pengguna baterai litium, maka harga akan otomatis turun, sebagaimana yang terjadi pada pasar solar PV. 

Pada pengembangan renewable energy, permintaan baterai akan berfokus di 2 area yaitu penyimpanan stasioner dan mobil listrik. Hasil riset dari BNEF, menyebutkan bahwa total permintaan baterai baik untuk pasar penyimpanan stasioner maupun mobil listrik diprediksikan akan mencapai 4584 GWh pada tahun 2040 [9]. Hal ini tentunya selain mempercepat transisi energi ke energi terbarukan, bisa juga menjadi kesempatan baik untuk pelaku industri maupun kalangan akademisi untuk berlomba-lomba menciptakan teknologi baterai terbaik. Ini juga bisa diterapkan di universitas atau lembaga penelitian di Indonesia, dimana penelitian terkait pengembangan baterai litium penting untuk dilakukan, selain untuk mempercepat transisi energi melainkan juga memiliki potensi ekonomis. 

Prediksi kebutuhan instalasi energy storage [9]

Salah satu pelaku industri yang sudah bergerak cepat dalam pengembangan baterai litium ini adalah Tesla, dimana pada tahun 2017 berhasil membangun baterai litium terbesar di dunia dengan kapasitas 100 MW untuk mensupport  pembangkit listrik tenaga surga dan angin yang ada di wilayah Australia Selatan. Hal ini tentunya bisa menjadi inspirasi sekaligus pelecut semangat kita: pelatih, akademisi, atau mahasiswa untuk ikut terlibat dalam penelitian dan pengembangan energy storage di Indonesia.

Tesla Battery di Australia


Energy Storage: Pilar Penting Transisi Energi Terbarukan

Energy storage menjadi pilar penting dalam transisi energi menuju energi terbarukan, yaitu mampu menghubungkan antara ketersediaan energi terbarukan yang bersifat fleksibel dengan permintaan energi, serta membantu memastikan integrasi energi terbarukan tersebut ke grid. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun institusi pendidikan harus memfokuskan ke penelitian dan pengembangan energy storage untuk mendukung langkah Indonesia meningkatkan bauran energi terbarukan.


Referensi:

[1] https://www.aceee.org/research-report/i1801
[2] IEA (2020), World Energy Balances: Overview, IEA, Paris https://www.iea.org/reports/world-energy-balances-overview
[3] Kementrian ESDM Indonesia. (2019). Outlook Energi Indonesia.
[4] https://kumparan.com/solar-kita/pemanfaatan-energi-terbarukan-di-indonesia-sudah-ada-di-depan-mata-1sEqeryhYqE/full
[5] https://www.masterresource.org/renewable-energy-fallacies/the-problem-of-renewable-energy/
[6] Gielen, Dolf & Gorini, Ricardo & Wagner, Nicholas & leme, rodrigo & Gutierrez, Laura & Prakash, Gayathri & Asmelash, Elisa & Janeiro, Luis & Gallina, Giacomo & Vale, Guilia & Sani, Lorenzo & Casals, Xavier & Ferroukhi, Rabea & Parajuli, Bishal & Renner, Michael & Garcia-Banos, Celia & Feng, Jinlei. (2019). IRENA GET 2019 Web. 
[7] https://www.iberdrola.com/environment/efficient-energy-storage